Sekolah di Masa Pandemi, Antara Guru Minim Pemahaman Teknologi & Keluhan Orangtua Murid

No comments


 Pandemi corona (Covid-19) bukan hanya berdampak pada kehidupan masyarakat, dan perekonomian secara global. Wabah ini pun mampu mempercepat perubahan iklim di sektor pendidikan, khususnya di Indonesia.
Dimana iklim pembelajaran yang semula didominasi klasikal menjadi non-klasikal atau dengan pembelajaran jarak Jauh. Banyak yang tidak siap dengan perubahan ini.


Bahkan tidak sedikit yang mengalami kesulitan dalam memberikan pembelajaran pada anak didik. Ditambah dengan kemampuan pemahaman tenaga pendidik dan keterbatasan fasilitas.

Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengatakan, sejak kasus pertama Covid-19 sekolah di Sumbar sudah diliburkan yakni 26 Maret 2020. Sekarang ini, sekolah tengah bersiap menghadapi tahun ajaran baru, bulan Juli.

“Namun tidak semuanya siap menghadapinya, termasuk di kita (Sumbar) yang sebentar lagi akan memasuki tahun ajaran baru,” ucap Irwan Prayitno, Selasa (23/6/2020)
Dikatakan tidak siap, menurutnya masih adanya guru yang belum menguasai Ilmu Teknologi (IT), seperti menggunakan komputer atau mengajar melalui daring (internet). Tentu perlu memberikan pembekalan terhadap SDM dalam penggunaan IT, agar lebih siap untuk bekal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

"Untuk peserta didik dapat belajar jarak jauh namun harus memiliki fasilitas dan menguasai penggunaan produk teknologi yang digunakan. Produk teknologi yang dapat digunakan oleh peserta didik antaranya komputer, laptop, netbook dan ponsel," kata Irwan
Selain itu kapasitas komputer tidak disiapkan untuk bisa mengoperasikan IT, kemudian tambah lagi insfrastruktur IT, seperti komputer lama tidak bisa menginstall aplikasi zoom, ada lagi yang lain tidak bisa befungsi baik, sudah ada komputer terbaru tetapi tidak bisa menjalankan jadi persoalan yang agak teknis tetapi itu kenyataan.

Akibat kurangnya pemahaman terhadap IT, terpaksa guru hanya memberi buku untuk dibaca, beri tugas untuk dikerjakan yang penting anak-anak tetap belajar di rumah dan tidak menganggur, gubernur Prayitno menilai guru hanya mengajar sesuai pemahaman masing-masing.
Gubernur melihat orang tua pun terbiasa mengandalkan pihak eksternal, mulai dari sekolah hingga bimbingan belajar dalam mendidik anak. Akhirnya terjadi kebingungan ketika proses belajar dilakukan di rumah. Karena pendidikan jarak jauh ini merupakan lembaga pendidikan formal berbasis lembaga dimana peserta didik dan instruktur berada di lokasi terpisah. "Sebaiknya Kemendikbud bisa memberi panduan pada guru dan orang tua dengan petunjuk teknis yang jelas untuk membimbing anak belajar di rumah," ucapnya

Sementara itu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai hari ini belum ada arahan petunjuk bagaimana untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut, yang ada dari SE Mendikbud untuk pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama adalah protokol kesehatan, di era new normal dalam rangka tatap muka itu yang dikeluarkan protokol kesehatan. Misalnya berangkat dari rumah pakai masker bawa makanan, sendiri, ada wastafel cuci tangan, kelasnya dibagi dua, tidak boleh penuh seperti dulu seperti ini yang ada dari SE pada saat ini.

"Sekolah bisa lakukan dua shift dengan jumlah murid 50 persen dari biasanya. Jam pelajaran di persingkat dan tidak ada keluar main. Jam pulang sekolah tidak dibenarkan bermain dan langsung pulang dan wali murid wajib mengawasi anaknya," jelasnya.

Bagi yang berjarak jauh bagaimana supaya capaian ada namanya Kriteria kelulusan Minimal (KKM) belum ada arahan Indikator petunjuk dari pusat. "Ada dua alternatif yang kita jalani yaitu, tatap muka dengan gaya era normal baru dan jarak jauh era normal baru," tukas gubernur.
Rektor Universitas Negeri Padang Ganefri menekankan aspek pembelajaran jarak jauh tatap muka tidak mungkin 100 persen dan akan diiringi dengan pendekatan jarak jauh dari rumah karena tidak dimaksimalkan anak-anak di sekolah ini cara yang sedang kita cari jalan keluarnya untuk sekolah di Sumatera Barat.

Ia menilai Kemendikbud harus membuat program belajar dari rumah dengan teknis yang jelas terkait dengan kondisi ekonomi dan budaya masyarakat. Dari sisi ekonomi ia menilai pembelajaran daring tidak bisa dilakukan merata, karena masih banyak siswa yang tak memiliki akses terhadap teknologi, atau tak mampu membayar biaya belajar daring. Sedangkan dari sisi budaya, Kemendikbud mesti memperhatikan budaya siswa yang belum bisa belajar mandiri. "Sejak wabah corona merebak, sebagian besar daerah melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari rumah. Namun implementasinya tak berjalan mulus.
(amr)

No comments

Post a Comment