350 Tahun?..Ah Kata Siapa?

No comments
INDONESIA
Indonesia pernah dijajah selama ±350 tahun. Kalimat ini menunjukkan sebuah kesalahan perspektif. Dalam kajian ilmu sejarah, kalimat di atas jelas salah fatal. Mengapa??? Ada banyak bukti yang menyatakan bahwa bangsa ini tidak sampai ratusan tahun dijajah Belanda.

 Hanya saja poin bahwa negara ini mengalami masa penjajahan yang amat lama, entah kenapa sangat kuat tertancap dalam benak masyarakat kita. Meski sejumlah fakta menunjukkan hal sebaliknya. Kuatnya memori tentang kalimat ini menjadikan bangsa ini kerap mengalami krisis kepercayaan diri. Negeri ini memang pernah dijajah, meski tidak secara langsung dan menyeluruh. Artinya upaya Belanda untuk menguasai keseluruhan kawasan ini,  berlangsung tahap demi tahap, yang memakan waktu panjang.

KATA INDONESIA

Tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.” Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas, a distinctive name, sebab nama Hindia Tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama, Indunesia atau Malayunesia, nesos, dalam bahasa Yunani berarti Pulau. Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis, “… the inhabitants of the Indian Archipelago or malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.”

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia, Kepulauan Melayu, daripada Indunesia atau Kepulauan Hindia, sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago, Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan ini, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan, “Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia , which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.” Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Soekarno-Hatta
Pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda, yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging, berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Sumpah Pemuda
Dan selanjutnya, timeline sejarah mencatat kata INDONESIA semakin lajim digunakan oleh tokoh-tokoh pergerakan/kaum terdidik dalam kaitannya untuk membangkitkan satu semangat kebersamaan dalam wadah INDONESIA sebagai sebuah bangsa. Maka, tercetuslah SUMPAH PEMUDA yang menjadi awal "Pemersatu" Ijtihad perjuangan kebangsaan.
Untuk mencerahkan perspektif tentang kata “dijajah 350 tahun” marilah simak uraian berikut.

VOC, Perusahaan dagang Hindia Belanda
  1. 1596  Cornelis de Houtman berlabuh di Banten. de Houtman memang orang Belanda, namun kehadirannya di Banten saat itu bukan dalam rangka menjajah Nusantara, tetapi hanya melakukan survey jalur perdagangan rempah – rempah. Menariknya, dari tahun ini ditarik kesimpulan kalau Belanda mulai menjajah bangsa ini (jika dihitung mundur dari 1942, era kekuasaan Jepang)
  2. 1602 berdirilah VOC (Verenidge Oost Compagnie) persekutuan dagang milik Belanda, yang khusus bergerak di kawasan timur.
  3. Selanjutnya VOC pun mulai masuk ke jalur perdagangan nusantara. Ingatlah, bahwa penguasaan VOC dimulai dari kota – kota pesisir, yang tentunya mempengaruhi jalur perdagangan nusantara. VOC tidak serta merta masuk dan menguasai daerah pedalaman.
  4. VOC hanyalah sebuah persekutuan dagang milik Belanda, namun bukanlah mewakili representasi politik Belanda. Meski VOC memiliki hak Octroi. Mengapa? Karena keputusan tertinggi VOC ada pada Heeren XVII (tuan – tuan 17), bukan pada pemerintah Belanda.
  5. Heeren XVII menurut Jean Gelman Taylor (2009 : 3) adalah badan pengurus VOC yang menyusun kebijakan umum, memutuskan besarnya pelayaran ke Asia, menentukan jumlah kapal yang harus dibangun dan besarnya deviden serta syarat – syarat pelelangan. Semua kebijakan Heeren XVII ditentukan dalam rapat 2 tahun sekali di Belanda dan mengikat seluruh perwakilan mereka di Asia.
  6. Setelah VOC bangkrut baru dimulai pengambilalihan Hindia Belanda (sebutan Indonesia pada masa itu) oleh pemerintah Belanda. Pengambilalihan ini tidak otomatis Belanda berkuasa penuh di seluruh wilayah. Karena masih ada sejumlah kerajaan lokal yang berdaulat. Sehingga tidak termasuk bagian dari kekuasaan Belanda.
  7. 1806 Daendels mulai berkuasa, namun posisi Daendels di sini adalah wakil pemerintah Prancis (karena saat itu, Belanda dikuasai Prancis.)
  8. 1811 – 1816, Belanda menyerah pada Inggris. Maka Thomas Stanford Raffles pun berkuasa di negeri selama ±5 tahun
  9. Pecah perang Jawa 1825 – 1830, dari sinilah awal mula sejumlah kawasan pedalaman mulai kenal Belanda. Misalnya daerah Kediri. Sebelum ini daerah ini hanya mengenal Belanda dari masyarakat luar kota. Tapi pasca perang Jawa, orang – orang Belanda mulai masuk ke sejumlah kawasan pedalaman.
  10. Pasal 44 dari Regerings Reglements tahun 1854, memberikan kewenangan kepada Gubernur Jenderal untuk menyatakan perang, mengadakan perdamaian dan perjanjian lain dengan raja – raja dan bangsa – bangsa Hindia dengan memperhatikan perintah raja.
  11. Pasal 25 Regerings Reglements tahun 1836, memberikan kewenangan sendiri kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mengadakan perjanjian – perjanjian internasional
  12. Poin 11 dan 12 disimpulkan oleh G.J.Resink (1987 : 4) :
  13. Dinyatakan oleh Menteri jajahan dewasa itu bahwa di dalam atau berdekatan dengan Hindia Belanda terdapatlah “raja – raja Hindia yang merdeka”
  14. Pasal tersebut tidak mengenai bangsa – bangsa Hindia yang termasuk jajahan Inggris, Spanyol, atau Portugis, karena Pemerintah Belanda menganggap bahwa menyerang raja – raja itu adalah sebagai “suatu perbuatan yang tidak berhati – hati”.
  15. G. J Resink juga mencatat pula bahwa dalam Perjanjian Panjang (Long Contract) dan Plakat Pendek (Korte Verklaring) tidak disinggung sama sekali bahwa raja – raja dan kepala -  kepala pemerintahan tanah bersangkutan telah menyerahkan kedaulatannya kepada Hindia Belanda.
  16. Tahun 1854, ketika membicarakan rencana Peraturan Dasar Pemerintah Belanda dalam Balai Rendah, Menteri Jajahan mengakui bahwa di Hindia Belanda terdapat raja – raja Hindia merdeka walaupun amat sedikit (Resink, 1987 : 46)
  17. Raja dan Balai Rendah dan Tinggi tahun 1873, dalam undang – undang tentang Bea Impor dan Ekspor membedakan daerah – daerah Hindia Belanda dari negara pribumi di Nusantara Timur yang bersahabat dengan Pemerintah Belanda (Lembaran Negara 1873 no. 35, pasal 2 di bawah 2 sub b)
  18. Keputusan Mahkamah Agung Belanda 25 Agustus 1880 mengadakan pembedaan antara Negara Hindia Belanda dan Nusantara Hindia Belanda.
  19. Perang ACEH yang terus berkobar sampai tahun 1910, menandai bahwa politik ekspansi Belanda baru bisa dilaksanakan sepenuhnya di Nusantara.
                Statemen dijajah selama 350 tahun (3,5 abad) merupakan statemen  politis yang bertujuan membangkitkan nasionalisme. Hanya saja statemen ini dinilai terlalu berlebihan, sebab pada kenyataannya masih banyak kerajaan2 merdeka yang ada di Nusantara, pada rentang 1850 sampai 1910. Poin – poin di atas, di antaranya membahas tentang itu.
               Dengan adanya uraian di atas, setidaknya jangan ragu untuk berteriak, dijajah 350 tahun!!! Ah kata siapa ???

No comments

Post a Comment